Palangkaraya.
. .eh salah, yang bener Palangka Raya.
Slogannya
sih Palangka Raya Kota Cantik. Kemudian saya berpikir, Kenapa bukan “ganteng”? Apa
gara-gara ada saya? Hmm, sepertinya bukan itu. Iya sih, tau kalo saya cantik.
Tapi jauh sebelum saya berada disini, slogan kota ini juga udah kaya gitu.
Trus, karena apa dong?
Okei, mari
saya jateng jabarkan sekelumit tentang Palangka Raya.
Tepat empat
minggu sudah saya berada disini. Empat minggu lalu, di hari Sabtu, pertama
kalinya kakiku menginjak tanah borneo. Kala itu saya bareng sama siba dan satu
teman saya yg sepenempatan. Tak ada rasa deg-degan excited maupun deg-degan afraid.
Bener-bener biasa saja rasanya, flat, datarrrr. Pas nyampe di bandara Tjilik
Riwut, rasanya lucu. Ini bandara apa terminal? Sama terminal Tirtonadi aja
masih bagusan Tirtonadi pikir saya waktu itu. Lalu seketika kebayang gimana
sepinya kota ini. Tak berapa lama, saya dijemput sama calon rekan kerja untuk
diantar ke mess (yang awalnya saya berniat cuma tinggal 1 minggu saja, tapi
nyatanya sampe sekarang pas nulis ini, saya masih juga bertahan disini. Huahaha).
Jarak antara bandara menuju mess lumayan jauh. Yaaah, sejauh Bandara Adi
Sumarmo menuju rumah saya di Kadipiro sih. Bedanya, jalan di Solo banyak
belokan, kalo di Palangka cuma butuh 3-4 kali belokan. Dengan kata lain, jalan
di Solo lebih ruwet, sedangkan jalan disini jauh lebih simpel dan teratur. Oke,
nemu satu nilai plus buat PKY. Yaaay!
Hal pertama
yang saya lakukan setelah masuk mess adalah browsing Gereja. Di sepanjang jalan
dari Bandara ke mess banyak nemu Gereja sih, tapi Gereja Protestan. Setelah
dicari di Maps, eh nemu juga Gereja Katholik. Lalu dengan semangat 45678,
Minggu pagi saya jalan kaki dari mess menuju Gereja yang berhasil saya temukan
via Gmaps tadi. Etapi sodari-sodara, perjalanan pagi itu sia-sia. Saya berjalan
hampir satu jam PP, namun hasilnya nihil. GOOGLE MAPS LIED TO ME! Tapi ada
untungnya sih saya jalan-jalan waktu itu. Saya jadi tau kalo Pky ini ga
sepi-sepi amat. Fasilitas pun lengkap (Ya iyalah bok, ibukota provinsi gitu ah).
Tapi beneran deh, dalam benak saya waktu itu, Pky tu semacam kota sepi yang
jauh dari peradaban. Jadi ketika saya melihat tulisan “Laundry kiloan”, “Jual
Pulsa”, “Sanggar Senam”, “Beauty Salon”, “Karaoke”, “Matahari”, “Hypermart”,
dll yang sebenernya wajar, namun bagiku kali itu sangat mencengangkan. Dan saya
bahagia karenanya. Saya bahagia karena sudah underestimate Pky, hahaha. Ternyata
kenyataannya lebih baik dari yang saya duga. Oke, saya mulai agak suka dengan
kota ini.
Setelah
perjalanan sia-sia [yang gak begitu sia-sia banget] kala itu, siangnya saya ke
kantor minjem motor satpam mess dalam rangka rekam fingerprint untuk keperluan
absensi. Dalam perjalanan saya sadar, disini tanahnya pasir putih persis kayak
di pantai. And I love it. Sama halnya dengan cuaca, kaya di pantai terus setiap
hari dah. Puanaaassss!!! Jadi, walo Pky jauh dari pantai, tapi tanah dan
cuacanya selalu mengingatkanku pada pantai. Love but hate it. Jadi kalo gak mau
kulit item, jangan pake lotion biasa, gunakan sunblock tiap hari. Tapi
berhubung saya orangnya emang males pake gituan, jadi saya pun pasrah dengan
warna kulit saya di kemudian hari. Untungnyaaah, kerjaan saya indor cyin, jadi
walo sepanas apa di luar sana, badan tep terlindung dari debu dan keringat.
That’s why, saya jarang mandi sore. *ngikik*
Lagian buat
apa mandi? Toh badan masih bersih keuleus. Yang penting paginya kan tetep rutin
mandi. Ya kan? Ya kan?
Sempet
ketemu beberapa pegawai juga siang itu, salah satunya adalah bapak kasubag saya
yang baik hati. Tau kalo saya dan teman saya adalah anak baru yang blom punya
kendaraan (FYI, angkutan umum disini udah kaya bbm bersubsidi yang mau naik
harga, alias langkaaa!), beliau menyuruh kami bawa motor kantor. Yoyoi, kita
dipinjemin motor. Jadi gak menderita-menderita amat nasib kita. Setelah acara
rekam fingerprint usai, saya minta diantarkan ke Gereja Katholik di kota ini
oleh seorang pegawai sana yang kemarin udah jemput kita. Ternyata jaraknya
tidak begitu jauh dari kantor. Jadi, sorenya saya udah bisa ke Gereja deh,
dengan diantar temen sepenempatan saya itu. Mengingat motor yang dipinjamkan adalah
Megapro. Pengen naik sendiri sih sebenernya, nostalgia jaman SMA. Hahaha..... Tp
udah lupa cara ngendarainnya.
Ada yang
membedakan antara umat di Pky dengan umat di Solo. Kalo disini, baju yang
dikenakan cewe-cewenya sangat feminin. Pada pake dress, hanya sebagian kecil
saja wanita yang pake celana jeans di Gereja, termasuk saya. Kalo di Solo mah cuma
dikit malah yang pake dress. Mengingat saya adalah wanita yang lebih bisa
disebut maskulin ketimbang feminim, jadi saya tetap mempertahankan gaya
berbusana saya sampai saat ini.mhuehehe. . .
Disini
Gerejanya juga bagus, Gereja Katedral St. Maria. Gede. Dan koornya juga bagus-bagus.
Beberapa kali duduk disamping orang yang suaranya bagus juga. Gile dah, banyak
amat orang bersuara bagus di muka bumi borneo ini. Udah gitu cewenya cantik-cantik
dan putih-putih. Oke, ini yang bikin saya heran. Di negri sepanas ini,
bagaimana bisa mereka putiiihh?? Hahhh?? Oke, aku iri! Tapi kalo cowonya biasa
saja. Lebih cakepan cowo-cowo di Jawa, khusunya Solo :* cakep lagi cowo di
Sukoharjo,aiiih. Olret, mungkin ini kali ya alasan kenapa Palangka Raya disebut
Kota Cantik. Jadi fix ni bukan karena saya? Hiks,akkooh kuciwah!
Gimana
manurut kau? Sudah bisakah kau tarik kasimpulan sandiri tentang kota Palangka
Raya ini berdasarkan cerita saya? Bah! Salamat Barpikir (kalo mau aja sih, kalo
ada waktu luang)